Kajian Hawamisy Istiqlal: Etika Para Pengemban Alquran

Al- Qur’an yang tertulis di Mushaf diawali dengan al-?amdu lillâhi rabbil-‘âlamîn, diakhiri dengan qul a‘ûdzu birabbin-nâs.

Share :
Kajian Hawamisy Istiqlal: Etika Para Pengemban Alquran
Artikel

Kitab "At-Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur'an" (Penjelasan tentang Etika Para Pengemban Al-Qur'an)

Oleh:  KH. Ahmad Muzzakir Abdurrahman, Lc, MA.

Jakarta, www.istiqlal.or.id - Kitab Imam An-Nawawi, yaitu "At-Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur'an" berisi penjelasan tentang etika para pengemban Al- Qur’anul Karim. KH. Ahmad Muzzakir Abdurrahman, Lc, MA menjelaskan makna Hadis Adinun Nasihah untuk kitab Allah (likitabih). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيْمٍ بْنِ أَوْسٍ الدَّارِي رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْنَا : لِمَنْ ؟ قَالَ للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ – رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Artinya: Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad-Daari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama adalah nasihat.” Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi rasul-Nya, bagi pemimpin-pemimpin kaum muslimin, serta bagi umat Islam umumnya.” (HR. Muslim, no. 55)

Hadis tersebut sebagai renungan umat Muslim untuk beriman kepada kitabullah. Bahwasannya kalamullah dan wahyu-Nya yang tidak bisa disamakan dengan ungkapan atau ucapan makhluk Allah. Dengan mengimaninya merupakan perwujudan dari kalam Allah. 

“Maka dari itu kata Imam Nawawi sudah seharusnya bagi kita untuk mengagungkan kalamullah kemudianmembaca kalamullah itu dengan sebenar-benar bacaan, seserius dan semaksimal mungkin,” terang KH. Ahmad Muzzakir.

Kalam Allah punya aturan yang tidak boleh dilanggar yaitu ilmu tajwid dan makharijul huruf yang harus diperhatikan. Selain itu dalam mentadaburi Al-Qur’an seharusnya khusyuk, ini adalah cara untuk mewujudkan keimanan kita terhadap Al-Qur’an sebagai Kalam Allah.

Dalam membaca Al-Qur’an kita harus bisa memposisikan huruf hurufnya yang benar ketika membaca. Bentuk penghormatan dan kewajiban umat Muslim juga terhadap kalamullah adalah membela dari berbagai pendapat yang menyeleweng tentang Al- Qur’an. 

Tidak hanya dibaca saja, umat Muslim dituntut untuk mempercayai apapun yang ada di dalam Al- Qur’an dan selalu menjalankan segala hukum ilmu yang berkaitan dengan Al- Qur’an. 

“Al-Qur'an itu merupakan gudangnya ilmu yang merupakan kumpulan dari hikmah-hikmah yang Allah berikan kepada kita, jadi sudah sepantasnya untuk memperhatikan, menjadikan bahan perenungan dan pedoman terhadap apapun yang diberikan oleh Al-Qur'an,” Jelas KH. Ahmad Muzzakir. 

Menurut kesepakatan ulama, jika ada seseorang yang secara sengaja menambah atau mengurangi satu huruf dari Al- Qur’an yang sudah disepakati umat Muslim, dan juga meremehkan, mencaci maki, atau mendustakan hukum dan hikmah di dalamnya, maka orang tersebut dianggap kafir. 

KH. Ahmad Muzzakir mengingatkan bahwa ketidaknyamanan pribadi atau ketidakrelevanan konteks zaman tidak boleh dijadikan alasan untuk menyalahkan Al-Qur'an dan apapun yang ada di dalam Al-Qur'an adalah hak dan wajib diikuti. Hal ini terjadi, misalnya, pada ayat yang membahas tentang batasan menjaga kemaluan:

وَٱلَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَـٰفِظُونَ,  إِلَّا عَلَىٰٓ أَزْوَٰجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَـٰنُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ 

Artinya: “dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka tidak tercela.” (Al- Ma’arij [70] :29-30)

Al- Qur’an yang dibaca dimanapun dan di tangan umat Muslimin adalah berhukum Al- Qur’an dan Kalamullah yang diawali dengan Al- Fatihah dan diakhiri dengan An-Nas. (TANZA/ Humas Media Masjid Istiqlal)

Tags :

Related Posts: