Renungan Tafsir Surah Al-Insyiqaq: Hari Akhir Ingatkan Manusia untuk Kembali pada Allah
“Semua perjuangan di dunia hanyalah ujian. Menjadi orang baik pun perlu kerja keras, apalagi kalau ingin istiqomah,” terang KH. Warso.
Jakarta, www.istiqlal.or.id – KH. Warso Winata, Lc. MA dalam kajian hawam isy membahas tafsir Al-Qur’an Surah Al-Insyiqaq. Kajian yang berlangsung khidmat tersebut mengajak jamaah untuk merenungi makna hari kiamat serta kesadaran akan hubungan manusia dengan Allah SWT.
Dalam awal penyampaiannya, KH. Warso menjelaskan bahwa Surah Al-Insyiqaq termasuk di antara surat-surat yang menggambarkan kedahsyatan hari kiamat. Allah SWT mengawalinya dengan firman-Nya:
إِذَا السَّمَاءُ انشَقَّتْ
 Artinya: “Apabila langit terbelah.” (QS. Al-Insyiqaq: 1).
Menurut KH. Warso, penggunaan kata idza dalam ayat tersebut menunjukkan sesuatu yang pasti terjadi, bukan sekadar kemungkinan. “Ketika Allah menggunakan kata idza, itu menandakan kepastian, seperti idza jaa’a nashrullah — pertolongan Allah pasti datang. Maka kiamat pun adalah hal yang pasti terjadi,” ujar KH. Warso.
KH. Warso melanjutkan, Penggambaran peristiwa kiamat di dalam Al-Qur’an dijabarkan dengan kalimat yang dapat dipahami oleh akal manusia. Dalam QS. Al-Qari’ah 4, misalnya, manusia diibaratkan seperti laron yang bertebaran ketika kebingungan menghadapi kebangkitan.
يَوْمَ يَكُونُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوثِ
Artinya: “Pada hari itu manusia seperti laron yang beterbangan.” (QS. Al-Qari’ah: 4)
“Gambaran ini agar bisa kita pahami betapa dahsyat dan tidak terbayangkannya kondisi manusia pada hari itu,” jelasnya.
Lebih lanjut, KH. Warso menyoroti ayat berikut dalam QS. Al-Insyiqaq 2:
وَأَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَحُقَّتْ
Artinya: “Dan patuhlah langit kepada Tuhannya, dan sudah semestinya ia patuh.” (QS. Al-Insyiqaq: 2)
Menurut KH Warso, ayat ini menunjukkan bahwa seluruh ciptaan Allah SWT tunduk kepada perintah-Nya. “Langit, bumi, gunung, semua makhluk patuh kepada Allah SWT. Tapi bagaimana dengan manusia yang disebut sebagai khalifah di bumi? Kadang justru manusialah yang durhaka,” tuturnya.
Ia mengingatkan bahwa manusia yang diciptakan dalam bentuk terbaik sebagaimana disebut dalam QS. At-Tin: 4:
لَقَدْ خَلَقْنَا الإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Artinya: “sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya,”(QS. At-Tin: 4).
Sehingga daripada itu, seharusnya manusia menunjukkan ketundukan dan ketaatan yang lebih tinggi dibanding makhluk lain. Namun realitanya, manusia kerap melanggar dan merusak bumi.
Memasuki ayat keenam, Allah SWT berfirman,
يَا أَيُّهَا الْإِنسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَىٰ رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلَاقِيهِ
Artinya:“Wahai manusia, sesungguhnya engkau bekerja keras menuju Tuhanmu, maka kelak engkau akan menemui-Nya.” (QS. Al-Insyiqaq: 6)
Ayat tersebut menegaskan bahwa setiap manusia pasti berjuang dalam hidupnya, namun semua jerih payah itu pada akhirnya akan berujung pada pertemuan dengan Allah SWT dan balasan atas amal yang dikerjakan di dunia. “Setiap orang punya kesulitan dan perjuangan masing-masing. Tapi Allah mengingatkan, sehebat apapun kita, ujungnya tetap sama: kita akan kembali kepada-Nya,” jelas KH. Warso. Hal tersebut juga berkaitan dengan firman Allah dalam QS. Al-Mulk 2:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
Artinya: “(Dialah) yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang paling baik amalnya.” (QS. Al-Mulk [67]: 2).
“Semua perjuangan di dunia hanyalah ujian. Menjadi orang baik pun perlu kerja keras, apalagi kalau ingin istiqomah,” terang KH. Warso.
KH. Warso mengingatkan agar manusia tidak hanya sibuk mengejar dunia. “Jangan sampai kita capek di dunia, tapi nanti capek lagi di akhirat karena datang kepada Allah tanpa membawa amal,” jelasnya mengingatkan.
Qs Insyiqaq ayat 7 juga mengingatkan bahwa manusia akan dikelompokkan di hari akhir berdasarkan catatan amalnya, sebagaimana firman Allah SWT:
فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ
Artinya: “Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya…” (QS. Al-Insyiqaq: 7).
Diterangkan juga dalam QS Insyiqaq 10,”
وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ
 Artinya: “Dan adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang.” (QS. Al-Insyiqaq: 10).
“Nasib manusia hanya dua: menerima catatan amal dari kanan atau belakang. Yang kanan berarti selamat, sementara yang belakang celaka. Itu semua hasil dari perjuangan hidup di dunia,” tegas KH. Warso.
Perbandingan dunia dan akhirat juga Rasulullah SAW jelaskan dalam sabdanya,”
“Perumpamaan antara dunia dgn akhirat ibarat seorang diantara kalian mencelupkan jarinya ke dalam lautan, maka hendaklah ia melihat apa yang menempel padanya. Lalu beliau memberi isyarat dengan jari telunjuknya”. (HR. Ahmad)
Dunia hanyalah setetes kecil yang tak sebanding dengan akhirat. Kalau kita hanya sibuk mengejar dunia, kita akan lalai dari lautan kenikmatan akhirat.”
Oleh karenanya, pentingnya bagi manusia agar merenungi perjalanan hidup yang berputar seperti siang dan malam. Karena kita tidak akan terus muda, dan terus di atas. Semua pasti berubah, sampai akhirnya kembali kepada Allah. Allah SWT QS. Al Insyiqaq 16-18:
فَلَا أُقْسِمُ بِالشَّفَقِ • وَاللَّيْلِ وَمَا وَسَقَ • وَالْقَمَرِ إِذَا اتَّسَقَ
Artinya: “Maka Aku bersumpah demi cahaya merah di waktu senja, dan demi malam serta apa yang dihimpun nya, dan demi bulan apabila menjadi purnama.” (QS. Al-Insyiqaq: 16-18).
Kajian ditutup dengan penegasan KH. Warso terhadap ayat terakhir QS. Al-Insyiqaq 25:
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
Artinya: “Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh; bagi mereka pahala yang tiada henti.” (QS. Al-Insyiqaq: 25).
Dalam mengarungi kehidupan ini, kita perlu terus memperhatikan kunci keselamatan dunia akhirat, yaitu iman dan amal saleh “Hubungan dengan Allah dijaga melalui iman dan ibadah, sedangkan hubungan dengan manusia dijaga melalui amal saleh,” pesannya.
Sebagaimana ilustrasi sederhana “dari aktivitas sehari-hari, jika saya dari Cirebon punya tujuan ke Istiqlal, saya akan sampai karena tahu arah yang dituju. Tapi kalau hidup tanpa tujuan, seperti mobil berjalan tanpa arah bisa celaka di tengah jalan.”
Oleh karena itu, kita perlu menentukan tujuan hidup yang jelas, yakni menjadi hamba Allah yang husnul khatimah.
“Perbanyak amal saleh, perbanyak ibadah, insyaallah kita akan menjadi hamba Allah yang selamat dunia dan akhirat,” tutup KH. Warso. (VISCHA/Humas dan Media Masjid Istiqlal)

 Indonesia
 Indonesia Arabic
 Arabic.png)
.png)
