Khutbah Jumat: Wakaf, Filantropi Islam Untuk Kemandirian Ekonomi Umat

Literasi dan gerakan wakaf harus terus kita gaungkan di tengah-tengah masyarakat, siapapun kita, karena tugas dakwah itu hakikatnya ada pada semua muslim sesuai dengan kemampuannya.

Share :
Khutbah Jumat: Wakaf, Filantropi Islam Untuk Kemandirian Ekonomi Umat
Khutbah

Oleh : Dr. KH. Ahmad Zubaidi, MA 
Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia

Jakarta, www.istiqlal.or.id - Sidang jamaah Sholat Jum’at yang dirahmati Allah SWT
Puji syukur syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan kepada kita sekalian, baik nikmat Iman, nikmat Islam dan nikmat kesehatan. 

Semoga kita semua dapat istiqamah dalam menjalankan ketaqaan kita, sehingga insya Allah akan husnul khatimah. Shalawat dan salam kita sanjungkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, Nabi Agung, Sayyidur Rusul, wa khotamun nabiyyin wal mursalin.

Hadirin Jamaah Sholat Jum’at Rahimakumullah,
Islam adalah agama yang mengajarkan keseimbangan antara kebutuhan spiritual dan duniawi. Karena itu, Islam tidak hanya menuntut manusia untuk melakukan peribadatan yang konteknya  hanya hablum minallah saja, seperti shalat, puasa dan lainnya, tetapi juga peribadatan yang dampaknya langsung terhadap kehidupan ekonomi. 

Hal ini selaras dengan prinsip Islam yang mengedepankan Ta’awuniah (tolong menolong dalam kebaikan) dan misi Islam yang ingin menciptakan keadilan ekonomi. Konteks ini ditunjukkan oleh adanya ajaran Filantropi dalam Islam, yaitu ajaran tentang kedermawanan atau kerelaan menyerahkan sebagian harta bendanya untuk kepentingan orang lain atau kepentingan umum. 

Dalam Islam, filantropi dikaitkan dengan ajaran berinfak. Yaitu ada yang bersifat mandatory dan ada juga yang bersifat voluntary. Yang bersifat mandatory diantaranya adalah zakat, baik zakat fitrah maupun zakat mal, adapun yang bersifat voluntary di antaranya infak, sedekah, dan wakaf.

Hadirin rahimakumullah,
Dalam khutbah kali ini, mengingat waktunya yang sangat terbatas, Khotib akan menjelaskan lebih jauh tentang wakaf sebagai salah satu bagian filantropi yang memiliki potensi besar untuk membangun kesejahteraan dan kemandirian umat. 

Dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia, Wakaf diartikan dengan “menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan, atau mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada.” 

Adapun dalam Pasal 1 UU Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, wakaf didefinisikan sebagai Perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.  

Perbedaan wakaf dengan filantropi lainnya adalah pada filantropi lainnya harta bendanya dapat langsung digunakan untuk mustahiknya, sedangkan dalam wakaf harta bendanya harus ditahan dan dikelola serta dikembangkan, baru kemudian manfaat atau hasilnya digunakan guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.  

Harta wakaf tidak boleh langsung habis digunakan tapi dimanfaatkan dengan cara dikelola atau dikembangkan di mana pokok hartanya tetap ada (perpetual) sehingga sifat pemanfaatannya berkelanjutan (sustainable), hasilnya atau manfaatnya yang diberikan kepada penerima manfaat wakaf (maukuf alaih). 

Ini adalah keistimewaan dari wakaf, selama asetnya masih ada maka kemanfaatannya terus berlanjut. Dan nazir sebagai pihak yang dipercaya untuk mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, memiliki kewajiban menjaga keselamatan harta benda wakaf tersebut selama-lamanya.

Hadirin rahimakumullah
Wakaf adalah amalan yang sangat utama, sungguhpun hukumnya asalnya adalah sunnah, karena dalilnya bersumberkan dari Al-Qur’an dan Hadis. 

Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman:

لَن تَنَالُواْ الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيْءٍ فَإِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيمٌ

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya (QS. Ali Imran : 92). 

Dalam Hadis Rasulullah SAW juga terdapat riwayat-riwayat yang berkaitan dengan wakaf seperti hadis tentang Abu Thalhah dan Umar Ibn al-Khattab. Dimana dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim,  diceritakan bahwa setelah mendengar turunnya wahyu diatas, Abu Thalhah mewakafkan kebun yang paling ia cintai, yaitu kebun Bairaha’. 

Demikian juga sahabat Umar Ibn al-Khattab, beliau memiliki tanah yang sangat subur dari hasil pembagian rampasan perang di Khaibar. Umar meminta petunjuk kepada Rasulullah tentang tanah tersebut, lalu Rasulullah menganjurkannya untuk menahan tanahnya (wakaf) dan menyedekahkan/menyalurkan hasilnya. Sabda Rasulullah:

...إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا...

Jika mau, kamu tahan pokoknya dan kamu sedekahkan hasilnya. Kemudian Umar menyedekahkan (mewakafkan) tanahnya dengan syarat pokoknya tidak boleh dijual, tidak boleh dihadiahkan, dan tidak boleh diwarisi. Hasilnya disedekahkan kepada kaum fakir, kerabat-kerabat, budak-budak, orang-orang yang membela agama Allah, tamu, dan musafir yang kehabisan bekal. Namun tidak apa-apa bagi pengelola wakaf untuk mengambil hasilnya dengan baik dan memberi makan teman-temannya yang tidak memiliki harta.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam hadis istilah wakaf yang digunakan adalah shodaqah jariyah, sebagaimana dalam hadis berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ : إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ 

“Ketika anak Adam mati, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim). 

Menurut Imam Nawawi bahwa yang dimaksud sedekah jariyah adalah wakaf. [Syarah Muslim, 11/85] Demikian juga menurut Al-Khatib Asy-Syarbini [Mughni Al-Muhtaj, 3/522-523].

Hadirin rahimakumullah, 
Wakaf di Indonesia yang telah berperan dalam meningkatkan sumber daya manusia sejak lama terbukti dengan adanya masjid, pesantren dan lembaga pendidikan yang berbasis wakaf.  

Berdasarkan Sistem Informasi Wakaf Kemenag (2022), tanah wakaf di Indonesia sudah tersebar di 440,5 ribu titik dengan total luas mencapai 57,2 hektar. Menurut data dari Kementerian Agama, saat ini terdapat sekitar 55.103 lokasi madrasah yang tersebar di seluruh Indonesia. 

Madrasah ini terdiri dari Madrasah Ibtidaiyyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA), dengan jumlah total siswa mencapai 9.127.047 orang. Dari jumlah tersebut, sebagian besar madrasah ternyata berdiri di atas tanah yang diwakafkan. Ini menandakan bahwa sebenarnya wakaf telah berkontribusi besar dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia.

Namun demikian, pencapaian wakaf yang sudah cukup bagus di Indonesia tidak boleh berhenti sampai pada titik ini, melainkan harus terus dikembangkan pada wakaf yang dapat berefek pada kesejahteraan dan kemandirian ekonomi umat. Terlebih dengan wakaf dengan paradigma baru, yaitu wakaf produktif dan wakaf uang. 

Wakaf produktif adalah harta benda atau pokok tetap yang diwakafkan untuk dipergunakan dalam kegiatan produksi dan hasilnya disalurkan sesuai dengan tujuan wakaf. Seperti wakaf tanah untuk digunakan bercocok tanam, mata air untuk dijual airnya dan lain–lain, wakaf uang diinvestasikan pada bidang tertentu yang aman dan menguntungkan.  

Dalam wakaf produktif harus memperhatikan betul aspek mitigasi risiko agar tidak terjadi hilangnya harta benda wakaf akibat kegagalan dalam memproduktifkannya.

Sedangkan wakaf uang adalah wakaf berupa uang dalam bentuk rupiah yang dikelola secara produktif, hasilnya dimanfaatkan untuk mauquf alayh (penerima manfaat). Pada dasarnya, penghimpunan wakaf uang dilakukan dengan menyebutkan atau menyampaikan program pemberdayaan atau peningkatan kesejahteraan umat (mawquf alayh). 

Uang wakaf yang telah dihimpun merupakan harta benda wakaf yang nilai pokoknya harus dijaga dan wajib diinvestasikan pada sektor ril atau sektor keuangan yang sesuai syariah dan peraturan perundang- undangan. 

Investasi wakaf uang ini dimaksudkan untuk menjaga nilai pokoknya dan menghasilkan manfaat atau keuntungan untuk disalurkan kepada penerima manfaat wakaf atau program-program peningkatan kesejahteraan umat (mawquf alayh).

Hadirin rahimakumullah, 
Potensi wakaf uang di Indonesia diperkirakan dapat mencapai 181 Triliyun pertahun, jika gerakan fundrising dan literasinya gencar. Sampai saat ini, wakaf uang dari seluruh nazir yang dilaporkan ke Badan wakaf Indonesia baru mencapai  Rp.  3,015 T,  baru sekitar 1,7 persen dari potensi. 

Andai potensi tersebut dapat dicapai 10 persen pertahunnya saja, perolehan wakaf uang sudah sangat signifikan. 

Wakaf uang memberi kemudahan bagi para wakif dalam berwakaf, karena wakif dapat berwakaf dalam jumlah yang sesuai kemampuannya bahkan dalam jumlah yang relative kecil. Para Nazirpun sudah memberi kemudahan akses untuk berwakaf baik secara langsung maupun melalui bank-bank syariah yang sudah menjadi Lembaga Keuangan Syariah Penerima wakaf Uang (LKSPWU), juga dapat berwakaf melalui platform digital yang sudah disipkan para nazir atau yang dikerjasamakan dengan pengelola platform-platform sedekah.

Jama’ah Shalat jum’ah rahimakumullah,
Dengan adanya wakaf produktif baik yang berbasis pemanfaatan aset wakaf tidak bergerak maupun dari aset wakaf uang atau campuran dari keduanya, maka potensi hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf akan sangat besar. Hasil pengelolaan dan pegembangan ini dapat digunakan untuk mendorong kemajuan dan kemandirian ekonomi umat.  

Saat ini berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin pada September 2024 tercatat 24,06 juta orang. Angka ini setara dengan 8,57 persen dari total populasi Indonesia. 

Seandainya  fundrising gerakan wakaf uang ini sukses dan dapat mencapai angka yang signifikan, maka wakaf akan dapat membantu pemerintah dalam pengentasan kemiskinan dan membangun kemandirian ekonomi umat.

Jama’ah Shalat jum’ah rahimakumullah,
Sudah sangat jelas potensi wakaf untuk membangun kemandirian umat, karena itu, literasi dan gerakan wakaf harus terus kita gaungkan di tengah-tengah masyarakat, siapapun kita, karena tugas dakwah itu hakikatnya ada pada semua muslim sesuai dengan kemampuannya. Semoga gerakan wakaf ini akan berhasil dan berguna dalam pengentasan kemiskinan dan membangun kemandirian ekonomi umat. Amiin ya robbal aalamiin. 
 

Related Posts: