Hikmah: Santri, Pahlawan dan Penyebar Agama Yang Penuh Kasih Sayang

Santri sejati tidak hanya hafal kitab, tetapi juga hafal nilai-nilai kemanusiaan. Mereka bukan hanya penjaga agama, tetapi juga penjaga perdamaian dan keutuhan bangsa.

Share :
Hikmah: Santri, Pahlawan dan Penyebar Agama Yang Penuh Kasih Sayang
Artikel

Oleh : H. Abu Hurairah Abd. Salam, Lc., MA

Jakarta, www.istiqlal.or.id - Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, santri bukan hanya simbol keagamaan, tetapi juga kekuatan moral dan sosial yang membentuk jati diri bangsa. Mereka berjuang di medan perang, mendidik di ruang belajar, dan berdakwah di tengah masyarakat dengan semangat keikhlasan. Santri adalah sosok yang menggabungkan antara cinta kepada Allah, cinta kepada tanah air, dan cinta kepada sesama manusia.

KH. Hasyim Asy‘ari, pendiri Nahdlatul Ulama, pernah menegaskan: Membela tanah air dari penjajahan hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap muslim yang mampu. Pernyataan ini menegaskan bahwa perjuangan kebangsaan bagi santri adalah bagian dari pengamalan iman dan jihad di jalan Allah.

Ketika bangsa ini dijajah, para santri menjadi garda terdepan dalam melawan penindasan. Dari pesantren Tebuireng, Lirboyo, hingga Tebu Ireng, bergema semangat jihad mempertahankan kemerdekaan. Resolusi Jihad yang dicetuskan pada 22 Oktober 1945 menjadi bukti nyata bahwa santri tidak hanya berzikir di surau, tetapi juga bertempur di medan laga dengan takbir di dada. Semangat ini dilandasi oleh keyakinan bahwa membela negeri adalah bagian dari ibadah.

Seperti pesan ulama terdahulu,

حُبُّ الوَطَنِ مِنَ الإِيْماَنِ
“Cinta tanah air bagian dari iman”

Mereka berjuang bukan untuk kepentingan golongan, tetapi untuk kemerdekaan seluruh bangsa. Itulah sebabnya Hari Santri yang kini kita peringati setiap 22 Oktober bukan sekadar seremoni, tetapi momentum untuk meneguhkan kembali nilai-nilai kesantrian dalam kehidupan berbangsa.

Islam di Nusantara tumbuh subur bukan karena pedang, melainkan karena kelembutan hati dan keteladanan akhlak. Para santri dan ulama menyebarkan ajaran Islam dengan pendekatan budaya, sopan santun, dan kasih sayang. Mereka memahami betul firman Allah pada QS. Al-Anbiyā'  [21]:107,

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ

Artinya: "Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam." (QS. Al-Anbiyā'  [21]:107)

Nilai rahmah inilah yang menjadi fondasi dakwah santri. Mereka tidak memaksa, tidak menghakimi, tetapi mengajak dengan hikmah. Dalam masyarakat yang plural, santri hadir membawa kesejukan dan menjembatani perbedaan.

Gus Dur, tokoh besar santri dan Presiden RI ke-4, pernah berkata: Tidak penting apa agamamu dan sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak akan bertanya apa agamamu. Kutipan ini menggambarkan wajah Islam yang diperjuangkan para santri Islam yang ramah, bukan marah; Islam yang mengasihi, bukan membenci; Islam yang membangun, bukan meruntuhkan.

Kini, tantangan santri bukan lagi penjajah bersenjata, melainkan arus deras informasi dan budaya global. Dunia digital menghadirkan banyak peluang, tetapi juga ancaman bagi moral dan akhlak umat.

Santri masa kini dituntut untuk menjadi cyber da‘i pendakwah yang menebarkan nilai-nilai rahmah di dunia maya. Mereka harus cerdas digital, kreatif, tetapi tetap berakar pada nilai-nilai Qur’an dan tradisi pesantren.

Sebagaimana pesan KH. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus): Jadilah santri yang membuat Islam tampak indah dengan akhlakmu, bukan menakutkan dengan amarahmu. Pesan ini mengingatkan bahwa keindahan Islam tidak terletak pada simbol, tetapi pada perilaku.

Santri modern harus mampu menampilkan wajah Islam yang teduh, menghargai perbedaan, dan menjadi teladan di tengah masyarakat multikultural. Santri adalah pahlawan sepanjang masa.

Dulu mereka mengusir penjajah dengan semangat jihad, kini mereka berjuang melawan kebodohan, kemiskinan, dan kebencian dengan ilmu dan kasih sayang. Menjadi santri berarti meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berjuang tanpa pamrih, berdakwah dengan kelembutan, dan menebarkan rahmat bagi semua.

Santri sejati tidak hanya hafal kitab, tetapi juga hafal nilai-nilai kemanusiaan. Mereka bukan hanya penjaga agama, tetapi juga penjaga perdamaian dan keutuhan bangsa. Santri adalah pahlawan dengan cinta, pejuang dengan doa, dan pendidik dengan kasih. Dari pesantren, lahir generasi yang menyalakan lentera Islam cahaya ilmu dan kasih sayang bagi seluruh alam.

Related Posts: