Kajian Qabla Jumat: Ketika Tak Ada Lagi Jalan Kembali, Ikhtiar Memahami Tiga Lapis Makna Ayat-Ayat Penyesalan Abadi

Jangan sampai kita termasuk golongan yang berkata "ya laitani..." ketika tak ada lagi jalan kembali.

Share :
Kajian Qabla Jumat: Ketika Tak Ada Lagi Jalan Kembali, Ikhtiar Memahami Tiga Lapis Makna Ayat-Ayat Penyesalan Abadi
Artikel

Jakarta, www.istiqlal.or.id
Dalam Al-Qur'an, Allah menampilkan begitu banyak gambaran tentang penyesalan abadi. Penyesalan yang diucapkan oleh orang-orang kafir, orang-orang zalim, atau siapa saja pada saat ajal menjemput atau setelah kematian sadar bahwa mereka menyia-nyiakan hidupnya. Mereka ingin kembali ke dunia, ingin beramal saleh, ingin memperbaiki kesalahan, tapi semua sudah terlambat. Tak ada lagi jalan kembali.
Tulisan ini berupaya mengupas 17 ayat yang menggambarkan penyesalan abadi tersebut. Setiap ayat akan dijelaskan dalam tiga pendekatan: pertama, makna zahir dan konteks ayat (munasabah); kedua, pemahaman umum ayat; dan ketiga, pendekatan makna batin dan sufistik. Setelahnya, kita akan renungkan apa pelajaran yang bisa kita ambil, dan bagaimana kita bisa menghindari menjadi bagian dari orang-orang yang menyesal.
Barangkali muncul pertanyaan, bagaimana Al-Qur'an bisa menggambarkan peristiwa kiamat dan akhirat padahal kiamat belum terjadi? Bagaimana mungkin Allah menceritakan penyesalan orang-orang kafir, atau bagaimana keadaan mereka di neraka? Surga dan neraka saja apakah sudah ada?
Jawabannya: semua itu dalam ilmu Allah yang sudah selesai dalam Al-Qur’an. Layaknya skenario sinetron yang sudah direkam 30 episode, hanya saja penayangannya dilakukan bertahap. Allah memperlihatkan sedikit demi sedikit. Dan kepada para pilihan-Nya, seperti Rasulullah Swa, Allah memberikan "cuplikan" tentang akhirat.
Dalam Isra' dan Mi'raj, Rasulullah diperlihatkan bagaimana kondisi orang-orang yang disiksa di neraka. Al-Qur'an pun dipenuhi dengan "bocoran" tentang akhirat. Maka ketika membaca ayat-ayat tersebut, kita harus yakin terhadap kitab suci Al-Qur’an. Karena yang menceritakan adalah Allah Yang Maha Benar. 
Ayat-ayat Al-Qur’an sangat penting untuk kita pelajari, karena berfungsi sebagai pengingat. Kita hidup di dunia yang penuh kelalaian; sering kali kita lupa akan tujuan hidup kita. Padahal, kita memiliki banyak waktu, tetapi sering kali kita menyia-nyiakannya.
Terkadang kita melewatkan satu hingga dua jam, lalu baru berpikir: “Seandainya waktu tadi saya gunakan untuk membaca Al-Qur’an, mungkin saya sudah menyelesaikan dua hingga tiga juz.” Begitu banyak waktu yang terbuang sia-sia.
Terlebih lagi, di era kehidupan modern yang penuh kesibukan ini, banyak sekali gangguan yang dapat mengalihkan fokus kita. Jika gangguan dan kesibukan itu membuat kita lalai, maka pada akhirnya kita akan menjadi orang-orang yang menyesal.
Termasuk dalam hal memilih kawan. Al-Qur’an mengingatkan bahwa akan ada orang yang menyesal di akhirat karena salah memilih teman. Mereka berkata: “Aduhai, kiranya aku tidak menjadikan si fulan itu sebagai teman dekatku.” 
Allahu subahanahu wa ta’ala berfirman dalm (QS. Al-Furqan: 28). 
يٰوَيْلَتٰى لَيْتَنِيْ لَمْ اَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيْلًا 
Artinya:Oh, celaka aku! Sekiranya (dahulu) aku tidak menjadikan si fulan530) sebagai teman setia.

Teman yang buruk bisa menjerumuskan, menjauhkan kita dari kebaikan, bahkan membuat kita lupa pada Al-Qur’an dan akhirat. Maka berhati-hatilah dalam memilih siapa yang kita dampingi dalam hidup ini.
Allahu subahanahu wa ta’ala berfirman dalm (QS. Al-ahzab:67). 
وَقَالُوْا رَبَّنَآ اِنَّآ اَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاۤءَنَا فَاَضَلُّوْنَا السَّبِيْلَا۠ 
Artinya: Mereka berkata, “Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati para pemimpin dan para pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).
Apabila kita meneliti ayat-ayat tersebut, terdapat banyak ungkapan yang digunakan oleh Al-Qur’an untuk menjelaskan berbagai bentuk penyesalan. Dalam bahasa Arab, penyesalan diungkapkan dengan kata an-nadam (الندم).
Allahu Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam (QS. Yāsīn :30)
يٰحَسْرَةً عَلَى الْعِبَادِۚ مَا يَأْتِيْهِمْ مِّنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا كَانُوْا بِهٖ يَسْتَهْزِءُوْنَ 
Artinya:Alangkah besar penyesalan diri para hamba itu. Setiap datang seorang rasul kepada mereka, mereka selalu memperolok-olokkannya.
Betapa besar kerugian dan penyesalan yang dirasakan oleh hamba-hamba itu.
Allahu Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam (QS.AL-Hijr:11)
وَمَا يَأْتِيْهِمْ مِّنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا كَانُوْا بِهٖ يَسْتَهْزِءُوْنَ 
Artinya:Tidaklah datang seorang rasul kepada mereka, kecuali selalu memperolok-olokkannya.
Rasul telah menyampaikan pesan-pesan kebaikan, namun banyak di antara mereka yang mengabaikannya. Penyesalan itu baru muncul kelak di akhirat. Dalam Al-Qur’an, penyesalan kadang diungkapkan dengan kata an-nadam atau an-nadāmah (الندم/الندامة). Salah satu kisah yang menggambarkan penyesalan adalah kisah dua putra Nabi Adam, yaitu Habil dan Qabil, yang terdapat dalam Surah Al-Mā’idah, pada pertengahan Juz ke-6. Dalam kisah itu digambarkan bagaimana Qabil menyesal setelah membunuh saudaranya, Habil. Kemudian Allah memberikan petunjuk kepadanya tentang cara menguburkan saudaranya, melalui burung gagak yang diutus untuk memperlihatkan bagaimana menguburkan mayat.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam (QS. Al-Mā'idah 31
فَبَعَثَ اللّٰهُ غُرَابًا يَّبْحَثُ فِى الْاَرْضِ لِيُرِيَهٗ كَيْفَ يُوَارِيْ سَوْءَةَ اَخِيْهِ ۗ قَالَ يٰوَيْلَتٰٓى اَعَجَزْتُ اَنْ اَكُوْنَ مِثْلَ هٰذَا الْغُرَابِ فَاُوَارِيَ سَوْءَةَ اَخِيْۚ  فَاَصْبَحَ مِنَ النّٰدِمِيْنَ ۛ

Artinya:Kemudian, Allah mengirim seekor burung gagak untuk menggali tanah supaya Dia memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana cara mengubur mayat saudaranya.210) (Qabil) berkata, “Celakalah aku! Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini sehingga aku dapat mengubur mayat saudaraku?” Maka, jadilah dia termasuk orang-orang yang menyesal.
Adapun ungkapan penyesalan lainnya dalam Al-Qur’an antara lain adalah ‘Yā laitani’ (يَا لَيْتَنِي) yang berarti 'seandainya aku...'. Ungkapan ini menunjukkan seseorang sedang berandai-andai dan berharap bisa mengubah keadaan yang telah terjadi. Ada pula ungkapan ‘Yā wailatā’ (يَا وَيْلَتَى) yang berasal dari kata wailun (وَيْلٌ) yang berarti celaka atau kebinasaan. Namun bentuk seruan ‘Yā wailatā’ menunjukkan penyesalan yang sangat mendalam. Mengapa demikian? Karena pada saat itu sudah tidak ada lagi kesempatan untuk kembali dan memperbaiki kesalahan. Orang-orang kafir kelak akan mengungkapkan penyesalan mereka dengan keluhan-keluhan seperti ini, ketika semua sudah terlambat.
Allahu Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam (QS.An-naba:40)
اِنَّآ اَنْذَرْنٰكُمْ عَذَابًا قَرِيْبًا ەۙ يَّوْمَ يَنْظُرُ الْمَرْءُ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ وَيَقُوْلُ الْكٰفِرُ يٰلَيْتَنِيْ كُنْتُ تُرٰبًا ࣖ
Artinya: Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kamu akan azab yang dekat pada hari (ketika) manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya dan orang kafir berkata, “Oh, seandainya saja aku menjadi tanah.”
Orang-orang kafir kelak akan mengungkapkan penyesalan mereka dengan berkata: 'Yā laitani kuntu turābā' (يَا لَيْتَنِي كُنتُ تُرَابًا) yang artinya: 'Seandainya aku dulu hanya menjadi tanah saja.' Mereka berharap tidak pernah menjadi manusia, karena penyesalan yang mereka rasakan begitu dalam dan abadi. Inilah salah satu bentuk penyesalan abadi yang digambarkan dalam Al-Qur’an.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam (QS. Al-Ḥāqqah 25)
وَاَمَّا مَنْ اُوْتِيَ كِتٰبَهٗ بِشِمَالِهٖ ەۙ فَيَقُوْلُ يٰلَيْتَنِيْ لَمْ اُوْتَ كِتٰبِيَهْۚ
Artinya: Adapun orang yang diberi catatan amalnya di tangan kirinya berkata, “Seandainya saja aku tidak diberi catatan amalku
Kelak di hari kiamat, setiap manusia akan diperlihatkan catatan amal perbuatannya. Ada di antara mereka yang menerima catatan amal dari arah kanan, dan ada pula yang menerimanya dari arah kiri. Ketika seseorang membaca sendiri seluruh amal yang telah ia lakukan, ia akan merasa malu dan menyesal, karena tak ada satu pun yang tersembunyi. Segala yang pernah dilakukan, baik besar maupun kecil, semuanya tercatat dengan sempurna.
Masih banyak lagi ungkapan dalam Al-Qur’an yang menggambarkan penyesalan orang-orang kafir, orang-orang zalim, bahkan orang-orang fasik dari kalangan kaum muslimin sendiri. Mereka semua menyesal, namun penyesalan itu datang ketika sudah tidak ada lagi kesempatan untuk kembali. Sungguh memilukan jika kita membayangkan situasi seperti ini: ketika orang tua sakit, kita terlalu sibuk hingga tidak sempat menjenguk, tidak sempat merawat, bahkan tidak sempat mendoakan. Lalu tiba-tiba orang tua itu meninggal. Apa yang kita rasakan? Penyesalan yang sangat dalam. Kita menyesal mengapa dahulu tidak memberikan perhatian, tidak meluangkan waktu untuk merawatnya, padahal kini semuanya sudah terlambat. Dan penyesalan semacam ini sering kali membekas sebagai luka yang mendalam.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam (QS. Al-Mu’minūn: 99)
حَتّٰىٓ اِذَا جَاۤءَ اَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُوْنِ ۙ
Artinya: (Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu) hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia)
Kelak, ketika ajal telah menjemput seseorang, barulah ia menyadari segala kelalaiannya di dunia. Saat itu, ia memohon kepada Tuhannya seraya berkata: 'Rabbi irji‘ūn'  'Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia).' Ia ingin diberi kesempatan sekali lagi untuk hidup, untuk memperbaiki semua yang telah ia sia-siakan. Namun permohonan itu hanyalah harapan yang sia-sia. Mustahil memutar kembali waktu, seperti memundurkan jarum jam tidak mungkin terjadi.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam: (QS. Al-Mu’minūn: 100)
لَعَلِّيْٓ اَعْمَلُ صَالِحًا فِيْمَا تَرَكْتُ كَلَّا ۗاِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَاۤىِٕلُهَاۗ وَمِنْ وَّرَاۤىِٕهِمْ بَرْزَخٌ اِلٰى يَوْمِ يُبْعَثُوْنَ 
Artinya: agar aku dapat beramal saleh yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu adalah dalih yang diucapkannya saja. Di hadapan mereka ada (alam) barzakh513) sampai pada hari mereka dibangkitkan.
Inilah bentuk penyesalan yang tidak lagi berguna. Ia sadar telah meninggalkan amal salih, dan berharap bisa memperbaikinya. Namun, jawabannya adalah 'kallā'  tidak! Tidak ada kesempatan kedua. Waktu sudah habis, dan tidak ada jalan untuk Kembali. Ketika ajal tiba, orang-orang yang lalai dalam hidupnya akan memohon kepada Allah agar dikembalikan ke dunia. Harapannya hanya satu: supaya bisa beramal saleh. Ia berkata dalam penyesalannya, sebagaimana dalam ayat: 'la‘allī a‘malu ṣāliḥan fīmā tarakt'  'agar aku bisa beramal saleh terhadap apa yang telah aku tinggalkan'.
"Dia memohon sungguh-sungguh: 'Ya Allah, kalau aku diberi kesempatan hidup lagi, aku ingin menjadi orang yang saleh. Aku ingin salat, ingin membayar zakat, ingin bersedekah, ingin berbuat baik kepada sesama.' Tapi semua itu tinggal harapan kosong. Tidak akan pernah ada kesempatan kedua. Waktu sudah habis, pintu taubat telah tertutup, dan kehidupan dunia telah berakhir.
Al-Qur’an juga menggambarkan bentuk penyesalan lainnya yang sangat memilukan. Orang-orang zalim kelak menyesal sambil menggigit tangannya sendiri karena tidak mengikuti jalan yang benar.
Allahu subahanahu wa ta’ala berfirman dalm (QS. Al-Furqan: 27). 
وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلٰى يَدَيْهِ يَقُوْلُ يٰلَيْتَنِى اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُوْلِ سَبِيْلًا 
Artinya: (Ingatlah) hari (ketika) orang zalim menggigit kedua tangannya seraya berkata, “Oh, seandainya (dahulu) aku mengambil jalan bersama rasul.
Penyesalan itu datang terlambat. Dia sadar bahwa selama hidupnya telah menolak kebenaran dan berpaling dari petunjuk Rasul. Tapi kini, semua hanya menjadi ratapan yang tak berguna. Orang ini sadar bahwa dirinya dulu mengikuti temannya ke jalan kesesatan—pergaulan yang buruk, tempat-tempat maksiat, dunia malam, dan ajakan menjauh dari Allah. Ia menurut saja, karena temannya adalah orang yang dia anggap pemimpin, panutan, atau sosok yang dia hormati. Namun kini, semuanya lepas tanggung jawab. Teman itu tak membela, tak peduli. Dia dibiarkan sendiri menanggung akibatnya."
"Penyesalan pun datang terlambat. Ia mengakui, 'Seandainya aku tidak menjadikan dia sebagai sahabat karibku, mungkin hari ini aku sudah selamat.' Tapi tak ada lagi kesempatan untuk memperbaiki. Hubungan yang dulu tampak menyenangkan, kini berubah menjadi jerat yang menyesatkan.
Ketika para pendosa telah berada di dalam neraka dan merasakan pedihnya azab, barulah mereka memohon dengan sangat kepada Allah.
Allahu subahanahu wa ta’ala berfirman dalam (QS. Fāṭir: 37). 
وَهُمْ يَصْطَرِخُوْنَ فِيْهَاۚ رَبَّنَآ اَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِيْ كُنَّا نَعْمَلُۗ اَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَّا يَتَذَكَّرُ فِيْهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاۤءَكُمُ النَّذِيْرُۗ فَذُوْقُوْا فَمَا لِلظّٰلِمِيْنَ مِنْ نَّصِيْرٍ ࣖ
Artinya: Mereka berteriak di dalam (neraka) itu, “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami (dari neraka), niscaya kami akan mengerjakan kebajikan, bukan (seperti perbuatan) yang pernah kami kerjakan dahulu.” (Dikatakan kepada mereka,) “Bukankah Kami telah memanjangkan umurmu dalam masa (yang cukup) untuk dapat berpikir bagi orang yang mau berpikir. (Bukankah pula) telah datang kepadamu seorang pemberi peringatan? Maka, rasakanlah (azab Kami). Bagi orang-orang zalim tidak ada seorang penolong pun.” 
Begitu dalamnya penyesalan mereka, hingga mereka memohon agar diberi kesempatan kedua untuk memperbaiki diri. Mereka berjanji akan meninggalkan segala dosa dan maksiat, dan menggantinya dengan amal-amal yang saleh. Namun penyesalan itu datang terlambat. Kesempatan telah habis. Dunia sudah ditinggalkan. Yang tersisa hanyalah balasan atas semua pilihan yang telah mereka ambil selama hidup."
Inilah gambaran penyesalan abadi yang tak berujung. Bukan hanya berupa tangisan, tetapi permohonan putus asa agar bisa keluar dari siksa, agar bisa kembali dan memperbaiki, namun semua itu tidak akan dikabulkan. Itulah hakikat keadilan Ilahi setiap amal mendapat balasannya, dan setiap kelalaian punya akibatnya.
Dalam pembahasan tentang ayat-ayat infak, zakat, dan sedekah, Al-Qur’an memberikan banyak peringatan dan dorongan agar manusia tidak lalai dalam menunaikan kewajiban hartanya. Salah satu ayat yang sangat menyentuh.
Allahu subahanahu wa ta’ala berfirman dalam (QS. Al-Munāfiqūn: 10)
وَاَنْفِقُوْا مِنْ مَّا رَزَقْنٰكُمْ مِّنْ قَبْلِ اَنْ يَّأْتِيَ اَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُوْلَ رَبِّ لَوْلَآ اَخَّرْتَنِيْٓ اِلٰٓى اَجَلٍ قَرِيْبٍۚ فَاَصَّدَّقَ وَاَكُنْ مِّنَ الصّٰلِحِيْنَ 
Artinya:Infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami anugerahkan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antaramu. Dia lalu berkata (sambil menyesal), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)-ku sedikit waktu lagi, aku akan dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang saleh.
Ayat ini menggambarkan penyesalan orang-orang yang menunda-nunda untuk berinfak hingga ajal menjemput. Mereka berharap ada waktu sedikit saja untuk kembali dan bersedekah. Tapi semuanya sudah terlambat.""Karena itu, berinfaklah dari apa pun yang kita miliki, walau hanya sedikit. Bahkan Nabi ﷺ bersabda bahwa jika seseorang hanya memiliki sebutir kurma, maka sedekahkanlah. Jika hanya bisa memberi seteguk air, berikanlah, karena bisa jadi seteguk air itu sangat berarti bagi orang yang sangat membutuhkan. Jangan tunda berbuat baik, karena kita tidak pernah tahu kapan pintu amal itu tertutup untuk selamanya.
Al-Qur’an memuat begitu banyak ungkapan tentang penyesalan yang akan dialami manusia di akhirat. Ungkapan-ungkapan tersebut disampaikan secara tersurat, seperti kata an-nadam (الندم), an-nadāmah (الندامة), dan al-ḥasrah (الحسرة), sebagaimana dalam firman Allah: 'Yā ḥasratan ‘alal-‘ibād' – 'Alangkah besarnya penyesalan para hamba!' Semua itu merupakan ekspresi nyata dari penderitaan batin dan kekecewaan mendalam yang dirasakan oleh manusia ketika menyadari bahwa mereka telah menyia-nyiakan kesempatan hidup di dunia."
Penyesalan-penyesalan ini benar-benar akan terjadi di akhirat kelak. Meskipun saat ini kita belum melihatnya secara langsung, meskipun hari kiamat belum tiba, namun kabar tentang surga dan neraka, serta kehidupan akhirat yang kekal, semuanya adalah kebenaran yang harus diyakini. Mengapa? Karena yang memberitakan semua itu adalah Al-Qur’an wahyu dari Allah, Tuhan Yang Maha Benar. Tidak ada keraguan sedikit pun pada firman-Nya.
Begitu banyak ungkapan penyesalan dalam Al-Qur'an. Kita masih hidup. Kita masih punya waktu. Kita masih bisa memperbaiki diri. Maka, sebelum datang waktu di mana penyesalan tak berguna lagi, mari kita isi hidup kita dengan amal saleh. Jangan sampai kita termasuk golongan yang berkata "ya laitani..." ketika tak ada lagi jalan kembali.
Semoga renungan ini menjadi pengingat yang melekat dalam hati, agar waktu yang Allah beri ini tidak kita sia-siakan.
Wallahu a'lam bish-shawab.

Tags :

Related Posts: