Masyaa Allah La Quwwata Illa Billah: Tafsir Surat Al Kahfi Ayat 37 sampai 41

Tidak ada daya untuk menghindar dari bermaksiat kepada Allah dan tidak ada kekuatan untuk melakukan ketaatan kepada-Nya, kecuali atas pertolongan-Nya.

Share :
Masyaa Allah La Quwwata Illa Billah: Tafsir Surat Al Kahfi Ayat 37 sampai 41
Artikel

Jakarta, www.istiqlal.or.id - Sebagai mukaddimah, mari kita perhatikan Surat Al-Kahfi/18: 23-34:

{وَلا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا (23) إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَى أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لأقْرَبَ مِنْ هَذَا رَشَدًا (24) }

Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu, "Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan menyebut), 'Insya Allah'." Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa, dan katakanlah, "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini.”

Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberi petunjuk kepada Rasul-Nya tentang etika bila hendak mengerjakan sesuatu yang telah ditekadkannya di masa mendatang, hendaklah ia mengembalikan hal tersebut kepada kehendak Subhanahu Wa Ta’ala Yang Maha Mengetahui hal yang gaib.  

Dalam kitab Shahihain telah disebutkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, dari Ra-sulullah Shalla Allah ‘Alaihi Wa Sallam bersabda bahwa Nabi Sulaiman ibnu Daud ‘alaihima as-salam pernah mengatakan, "Sungguh saya akan menggilir ketujuh puluh orang istriku malam ini." Menurut riwayat lain sembilan puluh orang istri, dan menurut riwayat yang lainnya lagi seratus orang istri. Dengan tujuan agar masing-masing istri akan melahirkan seorang anak lelaki yang kelak akan berperang di jalan Allah. Maka dikatakan kepada Sulaiman, yang menurut riwayat lain malaikat berkata kepadanya, "Katakanlah, “In Syaa` Allah'," tetapi Sulaiman tidak menurutinya. Nabi Sulaiman ‘alaihi as-salam menggilir mereka dan ternyata tiada yang mengandung dari mereka kecuali hanya seorang istri yang melahirkan setengah manu¬sia. 

Setelah menceritakan kisah itu Ra¬sulullah Shalla Allah ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
"وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ قَالَ: "إِنْ شَاءَ اللَّهُ" لَمْ يَحْنَثْ، وَكَانَ دَرْكًا لِحَاجَتِهِ"، وَفِي رِوَايَةٍ: "وَلَقَاتَلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فُرْسَانًا أَجْمَعُونَ
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, seandainya dia mengucapkan, "Insya Allah" (jika Allah menghendaki), dia tidak akan melanggar sumpahnya dan akan meraih apa yang diinginkannya. Dan dalam riwayat yang lain disebutkan: Dan sungguh mereka (anak-anaknya) akan berperang di jalan Allah semuanya dengan mengendarai kuda.

Selanjutnya, pada Surat Al-Kahfi/18: 37-41, Allah Subhanahu Wa Ta’ala menceritakan kritikan seorang mukmin kepada temannya, seorang yang memiliki ladang yang subur dan menyenangkan hatinya, namun kufur kepada Allah. 

Setelah pada ayat-ayat sebelumnya disebutkan tentang kesuksesan dunia yang diperoleh hamba tersebut Allah merekam nasehat teman mukminnya:
{قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلا (37) لَكِنَّا هُوَ اللَّهُ رَبِّي وَلا أُشْرِكُ بِرَبِّي أَحَدًا (38) وَلَوْلا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ إِنْ تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنْكَ مَالا وَوَلَدًا (39) فَعَسَى رَبِّي أَنْ يُؤْتِيَنِ خَيْرًا مِنْ جَنَّتِكَ وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا حُسْبَانًا مِنَ السَّمَاءِ فَتُصْبِحَ صَعِيدًا زَلَقًا (40) أَوْ يُصْبِحَ مَاؤُهَا غَوْرًا فَلَنْ تَسْتَطِيعَ لَهُ طَلَبًا (41) }
Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya sedang dia berca¬kap-cakap dengannya, "Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempur¬na? Tetapi aku (percaya bahwa); Dia-lah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku. Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki ke¬bunmu 'Masya Allah' tidak ada kekuasaan kecuali dengan (pertolongan) Allah? Jika kamu anggap aku lebih kurang dari¬pada kamu dalam hal harta dan anak, maka mudah-mudahan Tuhanku akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik dari¬pada kebunmu (ini); dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ke-tentuan (petir) dari langit kepada kebunmu, hingga (kebun itu) menjadi tdnah yang licin; atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi.”

Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerangkan tentang jawaban orang kafir itu ketika menerima nasihat dan peringatkan agar tidak kufur kepada Allah dan teperdaya oleh gemerlap kehidupan dunia¬. Untuk itu Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah.  Ini adalah bentuk kritik terhadap dosa besar berupa kekufuran kepada Tuhannya, padahal Dia-lah Yang Menciptakannya. Allah memulai penciptaan manusia dari tanah, yaitu Adam, kemudian menjadikan keturunannya dari air mani yang lemah. 

Sebagaimana dalam ayat lain, “Mengapa kalian kafir kepada Allah, padahal kalian tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kalian. (Al-Baqarah/2: 28). Maksudnya, mengapa kalian ingkar terhadap Tuhan kalian, padahal dalil-dalil yang menunjukkan keberadaan-Nya pada kalian jelas dan gamblang, setiap orang mengetahuinya bahwa keeberadaannya karena diciptakan oleh Allah Yang tidak ada Tuhan selain Dia, pencipta segala sesuatu.

Karena itulah temannya yang mukmin itu berkata:Tetapi aku (percaya bahwa); Dia-lah Allah, Tuhanku. (Al-Kahfi/18: 38). Yakni tetapi aku tidak sependapat denganmu, bahkan aku mengakui Allah sebagai Tuhanku Yang Maha Esa. “Dan aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku (Al-Kahfi/18: 38). Tetapi aku percaya bahwa Dialah Allah yang wajib disembah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Selanjutnya temannya yang mukmin itu berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu 'Masya Allah", tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah? Jika kamu anggap aku lebih kurang dari¬pada kamu dalam hal harta dan anak. (Al-Kahfi/18: 39)

Kalimat ini mengandung makna anjuran dan perintah. Perintah untuk memuji Allah saat memasuki kebun dan merasa takjub dengannya ketika melihatnya. Memuji Allah atas nikmat berupa harta dan anak dalam jumlah besar.  Juga perintah untuk membuat pengakuan bahwa semua itu atas kehendak dan pertolongan Allah.

Sebagian ulama terdahulu mengatakan bahwa siapa pun  yang merasa kagum denagn keadaan¬ dirinya dalam hartanya atau anaknya, hendaklah ia mengucapkan,  مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ "Ini adalah apa yang dikehendaki oleh Allah, tiada kekuatan bagiku untuk melakukan¬nya kecuali dengan pertolongan Allah." Hal ini tersimpulkan dari makna yang terkandung di dalam ayat ini.

Sehubungan dengan itu disebut¬kan dalam hadis dari Anas radhiyallahu ‘anhu:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَى عَبْدٍ نِعْمَةً مِنْ أَهْلٍ أَوْ مَالٍ أَوْ وَلَدٍ، فَيَقُولُ: {مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ} فَيَرَى فِيهِ آفَةً دُونَ الْمَوْتِ". وَكَانَ يَتَأَوَّلُ هَذِهِ الْآيَةَ: {وَلَوْلا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ}

Rasulullah Shalla Allah ‘Alaihi Wa Sallam pernah bersabda: Tiada suatu nikmat pun yang diberikan oleh Allah kepada sese¬orang hamba dalam harta atau anaknya, lalu si hamba meng¬ucapkan, "Ini adalah apa yang dikehendaki Allah, tiada ke¬kuatan (bagiku untuk mengadakannya) melainkan dengan perto¬longan Allah, " maka tiada suatu malapetaka pun yang akan menimpanya selain dari kematian. Sahabat Anas r.a. mengatakan bahwa yang dimaksud oleh Nabi Shalla Allah ‘Alaihi Wa Sallam adalah kesimpulan dari makna ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu 'Masya Allah' tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allahí”`2 (Al-Kahfi/18: 39).

Di dalam kitab Shahih telah disebutkan dari Abu Musa, bahwa Rasulullah Shalla Allah ‘Alaihi Wa Sallam bersabda kepadanya:
أَلَّا أَدُلُّكَ عَلَى كَنْزٍ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ؟ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ"
Maukah aku tunjukkan kamu kepada sesuatu dari perbenda¬haraan surga? Yaitu 'La Haula Wala Quwwata lila Billah' (Tidak ada upaya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).

Disampaikan oleh Imam Nawawi: 
هِيَ كَلِمَةُ اسْتِسْلَامٍ وَتَفْوِيْضٍ، وَأَنَّ الْعَبْدَ لَا يَمْلِكُ مِنْ أَمْرِهِ شَيْئًا، وَلَيْسَ لَهُ حِيْلَةٌ فِي دَفْعِ شَرٍّ وَلَا قُوَّةَ فِي جَلْبِ خَيْرٍ إِلَّا بِإِرَادَةِ اللهِ   
“ Kalimat ini adalah kalimat yang penuh kepatuhan dan kepasrahan diri (kepada Allah), dan sungguh seorang hamba tidak memiliki urusannya sedikit pun, tidak ia tidak memiliki daya untuk menolak keburukan dan tidak memiliki kekuatan untuk menarik kebaikan, kecuali dengan kehendak Allah Subhanahu Wa Ta’ala.”

Tidak ada daya untuk menghindar dari bermaksiat kepada Allah dan tidak ada kekuatan untuk melakukan ketaatan kepada-Nya, kecuali atas pertolongan-Nya.  Dalam kalimat ini terdapat pengakuan akan berlepasnya seorang hamba dari daya dan kekuatan dirinya sendiri, kemudian menyandarkan daya dan kekuatan hanya kepada kehendak Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ini merupakan prinsip tauhid yang sebenarnya, yaitu menyandarkan semua urusan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Wallahu A’lam.

 

Tags :

Related Posts: