Dars Subuh Habib Umar di Istiqlal: Menggali Luasnya Rahmat Allah
Hasbunallah Wanikmal Wakil (Cukuplah Allah sebagai Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik tempat berserah).
Jakarta, www.istiqlal.or.id - Dalam kajian subuh (dars fajar) yang dilangsungkan di Masjid Istiqlal, Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz atau dikenal dengan nama Habib Umar bin Hafidz, menyampaikan pesan mengenai pentingnya tiga pilar utama iman, yaitu rasa takut (khauf) akan siksa Allah lalu memiliki harapan (raja) akan rahmat dan ampunan- Nya, berserah diri (tawakal) setelah melakukan usaha (ikhtiar), serta cinta kepada Nabi Muhammad SAW.
Habib Umar mengawali kajiannya dengan menyatakan bahwasanya harapan meraih rahmat Allah harus didasari oleh usaha, amal ketaatan serta harapan sesuai dengan kadar pengenalan kepada Allah dan keimanannya. “Harapan itu terikat dengan rasa takut kepada Allah tentang seorang hamba yang merenungi ayat-ayat yang menyebutkan akan luasnya rahmat Allah, anugerah Allah, dan yang Allah sediakan untuk para hambanya dan kekasihnya di surga kelak,” ungkap Habib Umar yang diterjemahkan oleh Habib Jindan bin Novel.
Seperti contoh yang dijelaskan oleh Habib Umar, jika orang tidak menanam benih dan tidak merawat pohon, kemudian orang tersebut berharap buahnya tumbuh. Tumbuh dari manakah buah tersebut? Hal ini disebutkan di dalam Al-Qur’an, Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam QS Al-Baqarah ayat 218,
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙ اُولٰۤىِٕكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman serta orang-orang yang berhijrah dan berjihad63) di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah [2]:218)
Maka artinya orang-orang yang seperti ini adalah orang-orang yang harapannya jujur dan sesuai jalan yang lurus. Dalam nasihat dari Imam Thawus Al-Yamani, Habib Umar meringkas ajaran Taurat, Zabur, Injil, dan Al-Qur'an dalam tiga kalimat: "Takutlah kepada Allah hingga tidak ada yang kamu takuti lebih daripada-Nya. Berharaplah kepada Allah lebih besar daripada rasa takutmu, dan cintai manusia sebagaimana kamu cinta untuk dirimu sendiri," ucap Habib Umar.
Pada pilar lainnya, yaitu tawakal atau berserah diri dari apa yang sudah diatur oleh Allah. Tawakal bukan berarti meninggalkan ikhtiar atau usaha, melainkan berserah diri setelah semua usaha maksimal dilakukan. Habib Umar menambahkan, “Barang siapa yang berharap mengenal Allah, maka otomatis pasti akan berharap dan takut kepada Allah dan akan berserah diri tawakal kepada Allah.”
Sebuah keharusan iman adalah dengan tawakal kepada Allah. Kadar iman sesuai dengan kadar kekuatan tawakal dan semuanya akan kembali kepada berserah diri. Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 23,
وَعَلَى اللّٰهِ فَتَوَكَّلُوْٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
Artinya: “... Bertawakallah hanya kepada Allah, jika kamu orang-orang mukmin.” (QS. Al-Baqarah ayat 23)
Habib Umar memperkuat makna tersebut dengan mengutip hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dan Imam Al-Hakim dari Ja’far bin Amr bin Umayah dari ayahnya Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata :
قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أُرْسِلُ نَاقَتِيْ وَأََتَوَ كُّلُ قَالَ : اِغْقِلهَا وَتَوَ كَّلْ
“Seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Aku lepaskan untaku dan (lalu) aku bertawakkal ?’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ikatlah kemudian bertawakkallah“
“Putus asa dari rahmat Allah itu adalah sebuah dosa yang besar yang keji dan terkutuk. Orang yang putus asa adalah orang yang berprasangka bahwa rahmatnya Allah tidak cukup untuk mengampuni dosa-dosanya,” terang Habib Umar.
Selain itu berangan-angan tanpa melakukan usaha termasuk dosa besar yang dimurkai Allah. Dan Bermaksiat kepada Allah dengan putus asa dari rahmat dan ampunannya Allah. Sungguh Tuhanmu lebih berhak untuk kamu takuti lebih dari apapun juga.
قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًاۗ اِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “ (QS. Az-Zumar [39]: 53)
Kajian ini ditutup dengan pembahasan tentang Mahabbah (Cinta) kepada Rasulullah SAW, yang merupakan puncak keimanan. Cinta kepada Nabi Muhammad SAW harus melebihi kecintaan kepada diri sendiri, keluarga, harta, dan segala hal di dunia. “Rasulullah dicintai oleh para sahabat lebih daripada diri mereka, anak mereka, istri mereka, ibu, dan harta mereka, dan dari apapun juga,” pungkas Habib Umar.
قُلْ اِنْ كَانَ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْ وَاِخْوَانُكُمْ وَاَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَاَمْوَالُ ࣙاقْتَرَفْتُمُوْهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ اَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَجِهَادٍ فِيْ سَبِيْلِهٖ فَتَرَبَّصُوْا حَتّٰى يَأْتِيَ اللّٰهُ بِاَمْرِهٖۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفٰسِقِيْنَࣖ
Artinya: Katakanlah (Nabi Muhammad), “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, pasangan-pasanganmu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, dan perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, serta tempat tinggal yang kamu sukai lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan daripada berjihad di jalan-Nya, tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya.” Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (Q.S At-Taubah [9]: 24)
Kajian subuh ini menggerakan para hamba Allah untuk kembali memperkuat dasar iman yang kuat, di mana hati tetap hidup dalam rasa takut yang membawa pada taubat dan harapan yang menghasilkan perbuatan baik, serta dihiasi dengan cinta dan rasa hormat yang tulus kepada Nabi Besar Muhammad SAW. (TANZA/Humas dan Media Masjid Istiqlal)