Hikmah: Pelajaran Tahun Gajah, Ketika Urusan Diserahkan kepada Pemiliknya
siapa pun yang menjaga iman dan tawakal kepada Allah, akan merasakan penjagaan langsung dari-Nya sebagaimana Allah subhaanahu wa ta’aala menjaga Ka‘bah dari pasukan Abrahah.
Oleh: Saparwadi Nuruddin Zain
Jakarta, www.istiqlal.or.id - Sejarah mencatat peristiwa agung yang diabadikan Allah dalam Al-Qur’an, yaitu ‘am al-fīl atau Tahun Gajah. Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman dalam surah Al-Fīl, bagaimana pasukan bergajah dihancurkan dengan kawanan burung abābīl. Peristiwa ini menunjukkan bahwa sehebat apa pun kekuatan manusia, tetap ada batasnya di hadapan kehendak Allah subhaanahu wa ta’aala.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu.” (HR. Tirmidzi). Hikmah yang bisa dipetik adalah siapa pun yang menjaga iman dan tawakal kepada Allah, akan merasakan penjagaan langsung dari-Nya sebagaimana Allah subhaanahu wa ta’aala menjaga Ka‘bah dari pasukan Abrahah.
Kisah bermula ketika Abrahah, penguasa Habasyah di Yaman, membangun al-Qullays untuk menyaingi Ka‘bah. Ketika gagal, ia memutuskan menghancurkan Baitullah dengan pasukan besar yang dilengkapi gajah. Namun langkah mereka tertahan di al-Mughammas dekat Makkah. Dari sini jelas bahwa siapa pun yang menentang Allah subhaanahu wa ta’aala akan terhenti sebelum mencapai tujuannya.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada dosa yang lebih cepat mendapatkan hukuman di dunia selain kedzaliman dan memutus silaturahim.” (HR. Abu Dawud). Hikmahnya, kezaliman dan kesombongan seperti yang dilakukan Abrahah pasti berbuah kehancuran, baik di dunia maupun akhirat.
Ketika pasukan mendekati Makkah, mereka merampas 200 ekor unta milik Abdul Muthalib, kakek Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Abrahah mengira ia akan membela Ka‘bah, tetapi Abdul Muthalib justru berkata: “Aku adalah pemilik unta, maka aku menuntut hakku.
Adapun rumah itu, ia punya Pemilik yang akan menjaganya.” Sikap ini selaras dengan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki: ia berangkat pagi dalam keadaan lapar, lalu pulang sore dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah). Hikmahnya, seorang mukmin harus menjaga apa yang jadi tanggung jawabnya, tetapi urusan besar diserahkan kepada Allah dengan tawakal penuh.
Ketika gajah utama diarahkan ke Ka‘bah, ia enggan melangkah. Saat itu datang kawanan burung abābīl membawa batu dari sijjīl yang menghancurkan pasukan. Tubuh mereka hancur seperti daun dimakan ulat. Ini menjadi tanda bahwa Allah subhaanahu wa ta’aala berkuasa menolong dengan cara di luar logika manusia.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ketahuilah, sesungguhnya kemenangan itu bersama kesabaran, kelapangan itu bersama kesempitan, dan kemudahan itu bersama kesulitan.” (HR. Ahmad). Hikmahnya, pertolongan Allah subhaanahu wa ta’aala mungkin datang secara tiba-tiba, bahkan ketika manusia sudah merasa terpojok dan tak berdaya.
Peristiwa ini bertepatan dengan kelahiran Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam, rahmat bagi semesta alam. Kelahiran beliau menjadi jawaban doa Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam yang diabadikan dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah [2]:129. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: “Aku hanyalah rahmat yang dihadiahkan.” (HR. al-Baihaqi).
Hikmahnya, Allah subhaanahu wa ta’aala membersihkan Tanah Haram dari kesombongan Abrahah untuk menyambut lahirnya Nabi yang akan menuntun manusia menuju cahaya hidayah. Kehancuran kesombongan pasukan gajah dan kelahiran Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pada tahun yang sama adalah simbol bahwa kebatilan akan runtuh, sementara rahmat Allah subhaanahu wa ta’aala akan lahir membawa keselamatan.
Kegembiraan kelahiran beliau digambarkan dalam syair Maulid Barzanji Nazham, yang artinya: “Telah lahir Sang Petunjuk, maka semesta menjadi bercahaya; dan mulut zaman tersenyum penuh pujian.” Hikmah syair ini sejalan dengan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Malik). Artinya, kelahiran beliau bukan sekadar peristiwa sejarah, tetapi awal dari cahaya perbaikan akhlak umat manusia.
Namun pelajaran ini tidak hanya terbatas pada Ka‘bah. Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman dalam QS. at-Taubah [9]:108 tentang masjid yang dibangun atas dasar takwa lebih layak dijadikan tempat ibadah. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa membangun masjid karena Allah, maka Allah akan membangunkan baginya rumah di surga.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hikmahnya, penjagaan Allah subhaanahu wa ta’aala bukan hanya untuk Ka‘bah, tetapi juga untuk setiap rumah Allah yang dibangun dengan ikhlas dan ketakwaan. Dengan demikian, masjid di manapun berada akan selalu mendapat penjagaan Allah, sebagaimana Ka‘bah dijaga dari serangan Abrahah.
Dari keseluruhan peristiwa ini, dapat dirangkum beberapa hikmah: kesombongan akan selalu runtuh di hadapan kuasa Allah subhaanahu wa ta’aala; tawakal berarti menjaga tanggung jawab kecil sembari menyerahkan urusan besar kepada-Nya; Allah subhaanahu wa ta’aala menjaga rumah-Nya di mana pun, selama dibangun atas dasar takwa; dan kelahiran Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjadi simbol hadirnya rahmat setelah kebinasaan kezaliman. Maka benar adanya, ketika urusan diserahkan kepada Pemiliknya, pertolongan Allah subhaanahu wa ta’aala akan datang dengan cara yang tidak disangka-sangka. Wallaahu a’lam.