Mimbar Ramadhan Masjid Istiqlal: Tujuan Hidup Manusia Menurut Al-Qur'an

Karena itu Hadirin, jagalah shalat, karena status ini akan menentukan keadaan kita di hadapan Allah SWT.

Share :
Mimbar Ramadhan Masjid Istiqlal: Tujuan Hidup Manusia Menurut Al-Qur'an
Artikel

Oleh: KH. Adi Hidayat, Lc, MA

 

Jakarta, www.istiqlal.or.id - Seperti diketahui dan sudah viral di setiap masa bahwa tujuan utama kita diperintah untuk melaksanakan ibadah shiam itu, Allah SWT tegaskan di penghujung Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 183, لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ (supaya takwa kalian meningkat, kalian dapat bertransformasi menjadi pribadi yang semakin bertakwa).

Takwa itu diksi serta derivasinya dalam Al-Qur'an setidaknya disebutkan sebanyak 115 kali dan cabangnya begitu beragam. Di antara sekian banyak makna takwa itu, ada yang terkait erat dengan petunjuk Allah SWT yang menginginkan manusia mengetahui tujuan hidupnya. Apa yang sesungguhnya dijalani manusia di muka bumi ini? Kemana dia akan kembali? Seperti apa dia merencanakan kurikulum hidupnya dari mulai berkehidupan baligh itu sampai kembali kepada Allah SWT.

Di antara ayat Al-Qur'an yang mengisyaratkan makna ini, kita dapat simak dalam surat Al-Hasyr ayat 18, Allah SWT tekankan khususnya pada setiap insan yang beriman, harus ada pembeda keimanan kita dengan manusia yang belum beriman.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hasyr [59]: 18)

Dalam ayat di atas, Allah SWT menyebutkan "Wahai orang yang beriman," tanpa terkecuali bahkan panggilannya menggunakan huruf Nida' (yā-) disebutkan 361 kali dalam Al-Qur'an. Ada 14 makna huruf Nida' dalam gramatikal Bahasa Arab, dalam Al-Qur'an disebutkan hanya satu (yā-) dengan fungsi yang fleksibel, memanggil yang dekat, menengah ataupun jauh.

Sementara kata "Ayyuha" disebutkan 150 kali dalam Al-Qur'an, Ayyunna munada bermakna tauqid yang menegaskan, ha-nya tanbih yang mengingatkan. "Alladzina", disebutkan 1080 kali dalam Al-Qur'an, memanggil seluruh kalangan tanpa terkecuali, besarkah, kecilkah, tuakah, mudakah, laki-laki dan perempuan, semuanya tanpa batas atau sekat sosial dalam berkehidupan, seakan Allah SWT ingin mengatakan, "Hai semua insan yang beriman tanpa terkecuali, adakah kalian sedang merasa dekat dengan Allah SWT sehingga merasa imannya kuat?"

Jangankan yang shalat fardu, sunnah pun dikejar-kejar. Ada yang imannya standar, menunggu azan baru dia siap-siap. Ada mungkin imannya sedang lemah, maka sampai iqamat pun dikumandangkan belum bergerak jiwanya untuk mendekat kepada Allah SWT. Semua kata Allah SWT, tanpa terkecuali, Aku tekankan Aku ingatkan, ittakullaha, tingkatkan takwamu kepada Allah SWT. Kita bertanya bagaimana caranya ya Allah?

Perhatikan dimensi yang disampaikan ayat ini, kata Allah SWT, وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ di antara cara meningkatkan takwa itu, ternyata kata Allah SWT, lihat dirimu, persiapkan jalan hidupmu, lihat kurikulum dan tujuan hidupmu, persiapkan sampai engkau kembali kepada Allah SWT. Di antara bagian takwa itu, hendaklah setiap diri, kata Allah SWT, apalagi insan beriman, lihat dirinya, menata tujuan hidupnya, buat kurikulum hidup yang jelas sampai engkau kembali kepada Allah SWT.

Hadirin, kita kembali bertanya kepada Allah SWT, "Ya Allah bimbing kami bagaimana cara memetakan diri kami supaya benar sampai kami kembali kepada-Mu, tunjukilah kepada kami seperti apa kurikulum hidup yang benar sampai pulang menghadap-Mu," sehingga sampai malam ini kita bisa merenungkan, jangan-jangan sampai detik ini, di malam hendak tarawih ini, di Ramadhan kesekian dalam episode kehidupan kita, jangan-jangan tujuan kita belum senafas dengan apa yang Allah SWT inginkan, belum terang seperti yang Al-Qur'an bimbingkan.

Maka setidaknya Hadirin, ada dua hal pokok dalam Al-Qur'an yang sangat ditekankan kepada kita setiap manusia, terlebih insan beriman, agar betul-betul menjaga dua pokok ini sebagai akar tujuan berkhidupan kita. Tidak diciptakan manusia, kecuali untuk mewujudkan dua pokok ini secara cepat dengan keterbatasan waktu kita.

Pertama, Al-Qur'an surat Az-Zariyat ayat 56,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Artinya: "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Az-Zariyat [51]: 56)

Pada ayat di atas tersebut, ternyata hadirnya kita di dunia ini, diciptakannya kita sampai berkehidupan di detik ini, tujuan pokoknya adalah untuk menghamba kepada Allah SWT. Jadi di antara sekain status yang melekat kepada kita sampai malam ini, di hadapan Allah SWT ialah hanya seorang hamba. Kita ini hamba. Jadi ternyata ayat tersebut bukan hanya sekedar memberikan isyarat tujuan berkehidupan kita di dunia, tapi juga menunjuk identitas kita di hadapan Allah SWT sebagai hamba, dan karena inilah kita tercipta.

Ada persoalan besar, ketika makhluk bernama Azazil dari kalangan jin yang sangat dihormati di alam langit bahkan malaikat pun menghormatinya, ibadahnya luar biasa dzikirnya tinggi, tapi ketika dia bergeser dari fitrah kehidupannya, misi hidupnya untuk menghamba kepada Allah SWT, maka berubah namanya dari hamba atau jin yang taat, Azazil yang terhormat di alam langit berubah menjadi iblis. Hal tersebut termaktub dalam firman Allah SWT dalam Al-Qur'an suat Al-Kahf ayat 50,

وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوْٓا اِلَّآ اِبْلِيْسَۗ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ اَمْرِ رَبِّهٖۗ اَفَتَتَّخِذُوْنَهٗ وَذُرِّيَّتَهٗٓ اَوْلِيَاۤءَ مِنْ دُوْنِيْ وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّۗ بِئْسَ لِلظّٰلِمِيْنَ بَدَلًا

Artinya: "Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam!” Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Dia adalah dari (golongan) jin, maka dia mendurhakai perintah Tuhannya. Pantaskah kamu menjadikan dia dan keturunannya sebagai pemimpin selain Aku, padahal mereka adalah musuhmu? Sangat buruklah (Iblis itu) sebagai pengganti (Allah) bagi orang yang zalim." (QS. Al-Kahf [18]: 50)

Dari ayat di atas, dijelaskan iblis adalah makhluk dari golongan jin yang berbuat fasik. Lawan dari fasik adalah taat, jadi jin ini asalnya taat, banyak zikir, beribadah. Hanya ketika keluar dari identitas kehambaannya kepada Allah SWT maka keluarlah dia dari rahmat-Nya.

Allah SWT juga berfirman dalam Al-Quran surat Al-A'raf ayat 12,

قَالَ مَا مَنَعَكَ اَلَّا تَسْجُدَ اِذْ اَمَرْتُكَ ۗقَالَ اَنَا۠ خَيْرٌ مِّنْهُۚ خَلَقْتَنِيْ مِنْ نَّارٍ وَّخَلَقْتَهٗ مِنْ طِيْنٍ

Artinya: (Allah) berfirman, “Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud (kepada Adam) ketika Aku menyuruhmu?” (Iblis) menjawab, “Aku lebih baik daripada dia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS. Al-A'raf [7]: 12)

Dari ayat di atas kita bisa ketahui bahwa sesungguhnya bukan karena sujud atau hormatnya kepada Adam AS, kata Allah SWT, ini perintah-Ku, "Saya Tuhan, Saya Rabb, kamu hamba." Sifat hamba itu pasti membuktikan kehambaannya kepada Allah SWT. Seorang hamba pasti punya sifat menghamba, untuk membuktikan penghambaannya itu kita harus patuh pada Tuhannya. Makanya kata Allah SWT, "Kenapa kamu tidak patuh kepada-Ku?"

Karena bukan mengenai persoalan Adamnya, atau hormat dan sujudnya, melainkan engkau (iblis) adalah hamba sementara Aku (Allah SWT) adalah Tuhan.

Karena itulah Hadirin, misi pertama diutusnya semua Rasul, dari mulai Nabi Nuh AS--karena Nabi Adam AS merupakan seorang nabi--Nabi Nuh AS diutus pada kalangan umat pertama, sampai Nabi Muhammad SAW, misi yang paling utama dan pokoknya ialah menerangkan serta mengingatkan kembali penghambaan kita kepada Allah SWT.

Jangan sampai tidak sadar hingga detik ini bahwa kita itu hamba. Kita akan pulang, meninggal, dan mempertanggungjawabkan penghambaan kita di hadapan Allah SWT. Karena itulah untuk membuktikan penghambaan kita kepada Allah SWT, diperintahkanlah dengan turunan dari ibadah itu yang di antaranya disebut sebagai shalat.

Jangan salah juga Hadirin, semua Nabi dan Rasul juga menunaikan shalat. Nabi Musa AS ketika diperintahkan oleh Allah SWT saat menerima risalah, itu kalimatnya terikat penghambaan kepada Allah SWT dengan shalat. Hal tersebut termaktub dalam Al-Qur'an surat Thaha ayat 14,

اِنَّنِيْٓ اَنَا اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا۠ فَاعْبُدْنِيْۙ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ لِذِكْرِيْ

Artinya: "Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah salat untuk mengingat Aku." (QS. Thaha [20]: 14)

Karena itu Nabi Musa AS menunaikan shalat, Nabi Isa AS menunaikan shalat--lihat Al-Qur'an surat Maryam ayat 31,

وَّجَعَلَنِيْ مُبٰرَكًا اَيْنَ مَا كُنْتُۖ وَاَوْصٰنِيْ بِالصَّلٰوةِ وَالزَّكٰوةِ مَا دُمْتُ حَيًّا ۖ

Artinya: "Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (melaksanakan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup;” (QS. Maryam [19]: 31)

Nabi Zakaria AS juga menunaikan shalat, Allah berfirman dalam Al-Qur'an surat Ali Imran ayat 38 sampai 39,

هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهٗ ۚ قَالَ رَبِّ هَبْ لِيْ مِنْ لَّدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۚ اِنَّكَ سَمِيْعُ الدُّعَاۤءِ فَنَادَتْهُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَهُوَ قَاۤىِٕمٌ يُّصَلِّيْ فِى الْمِحْرَابِۙ اَنَّ اللّٰهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيٰى مُصَدِّقًاۢ بِكَلِمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ وَسَيِّدًا وَّحَصُوْرًا وَّنَبِيًّا مِّنَ الصّٰلِحِيْنَ

Artinya: Di sanalah Zakaria berdoa kepada Tuhannya. Dia berkata, "Ya Tuhanku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa." Kemudian para malaikat memanggilnya, ketika dia berdiri melaksanakan salat di mihrab, "Allah menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran) Yahya, yang membenarkan sebuah kalimat (firman) dari Allah, panutan, berkemampuan menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang nabi di antara orang-orang saleh." (QS. Ali Imran [3]: 38-39)

Nabi Ismail AS kakek moyangnya Nabi Muhammad SAW juga menunaikan shalat, bahkan meminta keluarganya shalat. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surat Maryam ayat 55,

وَكَانَ يَأْمُرُ اَهْلَهٗ بِالصَّلٰوةِ وَالزَّكٰوةِۖ وَكَانَ عِنْدَ رَبِّهٖ مَرْضِيًّا

Artinya: "Dan dia menyuruh keluarganya untuk (melaksanakan) salat dan (menunaikan) zakat, dan dia seorang yang diridai di sisi Tuhannya." (QS. Maryam [19]: 55)

Tahukah Anda, saya, kita semua, Nabi Muhammad SAW menerima perintah shalat, itu kalimatnya berupa hamba. Statusnya hamba bukan Rasul atau Nabi. Al-Qur'an surat Al-Isra ayat 1,

سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

Artinya: "Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat." (QS. Al-Isra [17]: 1)

Allah SWT menyebutkan بِعَبْدِهٖ bukan binabiyyihi atau birasulihi, karena itu di syarahnya shahih Muslim nomor 162, perjalanan menuju Allah SWT untuk menerima perintah shalat, untuk menegaskan status kita sebagai hamba. Karena itulah dalam shalat kita menegaskan diri kita hamba. 17 kali kita bacakan, "اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ" (QS. Al-Fatihah [1]: 5)

Apa kaitannya dengan shiam (puasa) Ramadhan? Di antara rangkaian ayat puasa itu, ada satu ayat yang mengingatkan kembali untuk sadar saat Ramadhan, bahwasanya kita ini seorang hamba. Hal tersebut Allah SWT firmankan dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 186,

وَاِذَا سَاَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَاِنِّيْ قَرِيْبٌ ۗ اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِۙ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ

Artinya: "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku Kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran." (QS. Al-Baqarah [2]: 186)

Ayat puasa terangkai dari Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 183 sampai 187. Di ayat 186-nya, status kita diingatkan lagi oleh Allah SWT. Ayat tersebut juga menengahi ayat tentang Ramadhan, seakan memberi pesan kepada kita untuk bisa menemukan hakikat hidup kita.

Jangan-jangan selama ini sukses dunianya, hartanya luar biasa, karirnya sukses, kedudukannya tinggi, tapi tidak shalat, maka tidak punya nilai di hadapan Allah SWT. Anda memiliki ilmu tinggi, jabatan tinggi, namun tidak shalat, maka tidak punya nilai di hadapan Allah SWT.

Karena dalam hadist Muslim nomor 81, dari sahabat Abu Hurairah AS berkata, Rasulullah SAW berfirman, "Jika anak Adam membaca ayat sajdah, lalu dia sujud maka setan akan menjauhinya sambil menangis. Setan pun akan berkata: celakalah aku. Di dalam riwayat Abu Kuraibin: celaka aku. Anak Adam disuruh sujud, dia pun bersujud maka baginya surga. Sedangkan aku sendiri diperintahkan bersujud, namun aku enggan sehingga aku pantas menjadi penghuni neraka."

Karena itu Hadirin, jagalah shalat, karena status ini akan menentukan keadaan kita di hadapan Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, "Perbedaan insan beriman yang taat dengan orang yang ingkar di hadapan Allah SWT, itu shalatnya. Amal pertama yang akan dihisab oleh Allah SWT di hari kiamat kelak adalah shalatnya. Jika shalatnya benar, maka indikator baik untuk segala amal lainnya. Tapi jika shalatnya bermasalah, maka ada masalah besar teruntuk amalan-amalan yang lainnya."

Maka kita tingkatkan shalat di bulan Ramadhan ini. Rasulullah SAW bersabda dalam Hadist Shahih, "Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan, dan mengharap pahala dari Allah SWT, maka maka Allah SWT berkenan menghapus seluruh dosa yang ia pernah kerjakan sampai detik puasa itu." (HR. Imam Al-Bukhari no. 760)

Aisyah RA pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasul, andaikan aku bertemu lailatul qadar, do’a apa yang bagus dibaca? Rasul menjawab, ‘Allâhumma innaka ‘afuwwun karim, tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annî,’ (Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, Engkau menyukai orang yang minta ampunan. Karenanya ampunilah aku),” (HR Tirmidzi)


Saksikan selengkapnya di sini.
 

Related Posts: